Jumat, 04 Januari 2008

Menatap kebebasan beragama di Indonesia

Oleh : M. Zaim Nugroho

Sepertinya tatapan kita kedepan akan kebebasan beragama nampak dipenuhi kabut, kabut itu makin pekat ketika beberapa waktu yang lalu “pembuat Fatwa” meminta tambahan dana dari penguasa negeri ini menjadi 18 trilyun yang sebelumnya 16 trilyun, angka yang menurut saya cukup fantastis bagi pembuat fatwa swasta tersebut, jika saja jumlah pundi pundi tersebut digunakan untuk pemberdayaan fakir miskin mungkin akan sangat membantu negara ini dari kesulitan ekonomi.
Menatap kebebasan beragama kedepan mungkin akan lebih suram lagi jika fatwa fatwa yang membelenggu itu terus di produksi, fatwa itu hanya membikin keresahan dan penjustifikasian akan kekerasan yang dilandasi masalah agama, tengoklah fatwa sesat terhadap kelompok ahmadiyah yang berujung pada pengrusakan fasilitas ibadah diberbagai daerah diindonesia, di parung kampus Ahmadiyah di rusak, di kuningan, komunitas ahmadiyah diusir dan rumah ibadahnya dibakar, di lombok, komunitas ahmadiyah meminta suaka politik kepada nergara selandia baru gara gara rumah mereka dibakar, dirusak.
Sama seperti kelompok ahmadiyah, komuniatas jemaat Lia aminudin juga mengalami nasib yang tidak jauh berbeda, ketua jemaatnya, Lia aminudin masuk jeruji besi lantaran dikenai pasal tentang penodaan agama, lainya, ketua jemaat al qiyadah, Abdul somad akhirnya tobat didepan polisi dan kejaksaan setelah berdebat panjang dengan KH. Said Aqil Siraj.
Negara ini adalah negara yang berlandaskan bhineka tunggal ika, negara yang kaya akan ragam budaya, agama, suku, warna kulit, bahasa, negara ini akan sulit dalam hal toleransi jika pengambil kebijakan di negeri ini masih memberikan pundi pundi yang sangat tidak efisien bagi pembuat fatwa tersebut, jika saja pembuat fatwa sesat tersebut di bubuarkan, mungkin negara ini akan jauh lebih bermartabat dan lebih netral, negara sejatinya bukanlah memikirkan keyakinan seseorang atau kelompok sebab masalah keyakinan adalah masalah privat, negara sama sekali tidak berhak atas apapun dalam masalah keyakinan. Masih layak jikalau penguasa negeri ini mengurusi dan memikirkan masalah pencaplokan budaya kita oleh Negeri jiran beberapa waktu yang lalu dari pada mengurusi dan memikirkan keyakinan rakyatnya.
Tatapan saya mudah mudahan keliru, mudah mudahan tatapan saya kali ini salah demi masa depan kebebasan beragama, kebebasan yang akan memerdekakan kita dan kalian semua dari semua belenggu penidasan dan interfensi apapun terhadap akal dan pendapat kita, sapere Aude.....! ujar Imanuel kant ketika menatap modernitas dan kebebasan di negeri Prusia sana.
Tatapan ”pembuat fatwa” pastilah akan sangat berbeda dengan saya, mereka mungkin ingin sekali masyrakat indonesia tunduk atas titah yang mereka buat, sehingga pembuat kebijakan pun dibuat gagu terhadap fatwa fatwanya. Negara ini mungkin masih sakit, masih jauh dari akal budi, akal budi kita masih diliputi oleh kecurigaan dan prasangka yang terus di produksi demi keangkuhan mereka sebagai mayoritas.
Sepertinya orang seperti saya harus siap siap meratapi nasib kebebasan beragama yang masih di selimuti kabut gelap, kabut hitam pekat itu sampai sapai tidak bisa menerangi jalan saya untuk melangkah, hanya lampu pencerahan yang sajalah yang bisa menerangi saya dari kabut gelap tersebut. Lampu tersebut masih jarang dimiliki oleh bangsa ini. Saya jadi teringat tatapan jhon Lennon tentang kebebasan di dunia, dalan syairnya

Imagine there’s no heaven its esasy if you try
No hell below us above us only sky
Imagine all the people living for today
You may say I’m a dreamer
But I’m not the only one
I hope someday you join us
And the world will be as one
Imagine there’s no contries..
Its’n hard to do
Nothing kill and die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace
Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world

Bayangkan tiada sorga, gampang kalau kaucoba saja,
tiada neraka di bawah jita, di atas hanya ada langit.
Bayangkan semua orang hidup untuk hari ini,
.mungkin kaubilang aku mimpi, tetapi saya tidak sendirian,
Kuharap suatu hari kau juga akan ikut, dan dunia ini akan menjadi satu.
Bayangkan tiada negara-negara, tidak sulit dilakukan,
tiada yang untuknya kita harus membunuh atau mati,
tiada agama juga; bayangkan semua orang hidup berdamai.
Bayangkan tiada harta, saya heran kalau kau bisa,
Tiada alasan untuk kecemburuan dan kelaparan,
persaudaraan antara manusia! Bayangkan, semua orang membagi seluruh dunia.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ngetest