Jumat, 23 November 2007

MENDIAGNOSA KEKERASAN MASSA

Oleh : M. Zaim Nugroho*

Belum lama kita beranjak dari bulan ramadhan, bulan yang penuh kasih sayang dimana kita sebagai umat manusia dituntut untuk memanifestasikan rasa kasih sayang itu untuk peduli dan saling menghormati terhadap sesama umat manusia, kekerasan Massa yang belum lama ini di Poso, yang menimbulkan korban adalah sebuah kekerasan Massa yang terjadi akibat konflik ditimbulkan atas nama Agama, Agama yang sejatinya dituntut untuk membawa umat manusia menjadi pengayom bagi kehidupan manusia dirusak karena masalah fanatisme sempit dan buta, mereka menggap kelompok lain sebagai sesuatu yang layak untuk dimusnahkan. Untuk itu pulalah saya akan sedikit mendiagnosa kekerasan Massa dalam sudut pandang Ilmiah.

Di dalam bukunya memahami negatifitas “ diskursus tentang Massa, Teror, dan Trauma, F.Budi Hardiman mempertanyakan Mengapa manusia melakukan kekerasan kepada sesamanya? Pertanyaan itu akan muncul karena timbul keheranan dari diri kita. Keheranan adalah sebuah persaan yang timbul dari diri kita ketika menghadapi sesuatu yang tidak lazim. Bayangkan bila di dalam masyarakat kita kekerasan dianggap sesuatu yang lazim. Pasti tak ada keheranan yang muncul atasnya, akal pun tertidur dan secara bersamaan dengan itu kekerasan tidak pernah dipersoalkan.

Kekerasan massa seperti kerusuhan ,huru hara, pengeroyokan, penjarahan, pembantaian, pemberontakan, revolusi dan seterusnya meruapakan fenomena yang sangat diminati tidak hanya oleh para politikus, melainkan juga para sejarawan, sosiolog, filusuf, psikolog, sastrawan dan kritikus kebudayaan. Kekerasan sering meletus dalam sejarah umat manusia. Pemberontakan budak dizaman Romawi kuno, peralawanan rakyat Prancis melawan Raja Lois ke IV adalah peristiwa kekerasan massa yang dicatat didalam sejarah dunia. Kekerasan memang tidak hanaya terajadi di dunia Eropa, tetapi sering juga terjadi di Dunia ke tiaga. Indonesia adalah salah satu contoh negara yang mempunyai tradisi kekerasan massa yang cukup rutin .Pembunuhan masal di tahun 60-an terhadap anggota PKI, tragedi Priok dan masih basah dalam ingatan bayak orang kerusuhan yang berbau SARA pada tanggal 13-14 mei 1998 belum juga kekerasan yang terjadi di Sampit dan masih banyak kekerasan lainya.

Yang jadi persoalan bagi kita adalah mengapa gempa sosial itu bisa terjadi? bagaimana kita bisa menerangkan kondisi kondisi kekerasan massa semacam itu untuk menemukan “ struktur struktur “ tertentu dari peristiwa yang tampaknya tak tersruktur itu.? Untuk itu saya akan mengutip beberapa pandangan para tokoh yang menyumbangkan teori teorinya tentang kekerasan Massa yang begitu destruktif.

Massa “ istilah ini banayak digunakan dalam banyak arti dan sering tidak tepat karena mengacu pada berbagai fenomena. Dalam ranah ini saya hanya akan mengungkapkan istilah “massa” yang berarti massa yang tidak mengindahkan norma norma sosial yang berlaku sehari hari. Massa yang berkaitan hanya pada situasi khusus yang sifatnya Abnormal .Gustave le Bone ,bapak psikologi massa, mengatakan bahwa massa itu bodoh, mudah diprovokasi, bersifat rasistits atau singkat kata irrasoanal. Massa menurutnya terkungkung dalam batas batas ketidak sadaran, tunduk pada segala pengaruh, mudah diombang ambing oleh emosi dan mudah percaya. Di dalam massa individu individu yang berbeda memiliki ” dorongan -dorangan, nafsu-nafsu dan perasaan-perasaan yang sangat mirip “ dan bertingkah laku sama. Sigmund Freud ( bapak psikoanalisa ) juga mengatakan situasi massa adalah “ regresi ke aktiviatas psikis yang primitif…bangakitnya kembali gerobolan purba dalam diri kita,” teori –tori itu mungkin akan berlainan dengan apa yang dikatakan toori Marxis yang lebih melihat massa sebagai sebuah massa yang sadar kelas. Teori Marxis tidak memandang fenomena massa sebagai ledakan emosi atau pelampiasan naluri naluri biadab,karena aksi massa yang revolusioner berasal dari konflik kepentingan kelas kelas atau ketidak samaan struktural. Artinya mereka peserta aksi massa tidak bertindak melulu karena emosi, melainkan “strategis” :mereka mengikuti kepentingan-kepentingan kelas mereka yang bersifat objektif. Atau dengan kata lain aksi massa mereka bersifat rasional.

Manusia yang ikut serta dalam aksi massa tidak melulu digerakan oleh kemarahan, frustasi, agresi, kebencian atau ketidakpuasan seperti binatang buas yang lapar. Mereka juga tidak murni mengikuti orientasi strategis yang melekat pada kepentingan kepentingan mereka. Aksi massa bukanlah “ prilaku kolektif ” , juga bukan “ akibat logis “ dari mekanisme struktural. Menurut teori tindakan kolektif misalnya yang mendekati akis massa sebagai ” tindakan”. Disini perilaku dibedakan secara tegas dari tindakan : perilaku berkenaan dengan spontanitas naluriah, sementara tindakan menyangkut kesadaran manusiawi. Dalam keadaan keadaan tertentu orang berkumpul dan bertindak bersama diluar kerangka institusional itu untuk mengubah sesuatu yang secara individual tak bisa mereka lakukan.

Dari teori teori diatas dapat dilihat kekerasan massa seperti kerusuhan, penjaharan, konflik etnis, agama dan sebagainya adalah prilaku yang sama sekali irrasional, yang tidak mencerminkan rasa kemanusian, dalam ranah moderen sekarang konflik itu terus terjadi bahkan kalu dibiarkan akan semakin menjadi seiring dengan rasa dendam dan rasa akan diri dan kelompok yang merasa paling benar terus terpelihara, krisis identitas itu juga akan semakin tumbuh seiring dengan rasa ego akan diri yang juga bisa meletus sewaktu waktu menjadi kekerasan massa.

Dalam tulisan ini juga saya ingin mengatakan dalam diskursus epistemologi kekerasan massa dipandang sebagai sesuatu yang tidak hanya regresi atau amarah suatu kelompok belaka tetapi lebih jauh lagi merupakan sebuah kekacauan dan ketidakstabilan norma norma sosial, dimana sebuah tatanan didobrak secara paksa dengan alasan dendam atau dengan sengaja ingin menghancurkan tatanan sosial tersebut.

*Penulis adalah masasiswa UIN Syarif hidayatullah, Bergiat di FORMACI.(Forum Mahasiswa Ciputat) dan Aktifis JARIK (Jaringan Islam Kampis)

**tulisan ini dibuat sekitar tahun lalu ketika tragedi di Tanah runto, Poso bergolak

Tidak ada komentar: