Jumat, 23 November 2007

Merawat Warisan Pluralisme KH. Abdullah Abbas

Oleh : M Zaim Nugroho*



Belum lama ini kita dikagetkan oleh sebuah peristiwa duka dengan wafatnya KH. Abdullah Abbas, tokoh yang menurut Masdar Farid Masudi sebagai penyagga NU. Kita semua bersedih dan berduka atas mangkatnya beliau, karena beliau adalah panutan dan sandaran warga nahdhiyin di seluruh pelosok negeri ini.KH Abdullah Abbas adalah seorang tokoh yang sangat tawadhu dan rendah hati, beliau tidak pernah membedakan tamu tamunya, entah itu dari golongan pejabat atau tukang beca, bahkan beliau tidak pernah memebeda bedakan tamunya darimana agamanya berasal. beliau adalah sosok yang banyak dikagumi banyak orang. .

Kadang kita sering beranggapan bahwa pluralisme adalah sesuatu kata yang bukan berasal dari kosakata kita, kata itu seolah adalah kata dari barat yang harus kita tolak dan kita jauhi samapai samapai MUI mengeluarkan fatwa yang melarang ajaran Pluralisme sebagai sebuah ajaran, padahal Pluralisme adalah keberagaman dari tiap tiap individu atau kelompok.keberagaman itu adalah merupakan fitrah dari Allah. Keberagaman merupakan sesuatu yang tidak bisa kita elakan dari alam dunia ini.

KH. Abdullah Abbas merupakan sosok yang pluralis, sosok kyai yang jarang sekali ditemui didunia pesantren, beliau merupakan kyai yang yang sangat memperjuangkan nilai nilai pluralis,dan bagi beliau pluralis sejalan dengan ajaran agama Islam. terbukti beliau sangat menghormati kaum minoritas seperti etis Cina dan kelompok Lia Aminudin (komunitas Lia Eden). Lebih jauh beliau pernah melakukan doa bersama dengan kelompok Lia Eden untuk keselamatan bangsa Indonesia.

Ketika Bom Bali II menggetarkan dan meluluhlantahkan pulau dewata, beliau tidak segan untuk pergi ke Bali dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban serta mendoakan para korban bersama pemuka agama agama lain. Beliau juga mengutuk keras peristiwa laknat itu dan mengatakan bahwa peristiwa peledakan bom Bali tersebut bukan merupakan ajaran Islam dan Islam sama sekalai tidak mengajarkan ummatnya untuk berbuat seperti itu. Karena ajaran islam adalah ajaran yang rahmatan lil alamin.

Sifat seperti itulah yang mungkin jarang sekali ditemui oleh sosok ulama sekarang, dan dengan sikap itu pulalah orang sangat mengagumi sosok beliau, beliau adalah tempat wewadul umat manusia dari tukang beca samapai Menteri, dari para pengangguran samapai para konglomerat, dari kaum mayoritas sampai kaum minorotas. sosok beliau adalah pengayom bagi umat manusia, beliau tidak pernah melihat manusia sebagai oposisi biner, beliau justru memandang manusia sebagai subjek yang utuh untuk dihormati.

Kita sebagai umat manusia sangat kehilangan sosok pengayom seperti beliau, ditengah makin maraknya isu syariat Islam dan “pendongkelan” pancasila oleh kelompok fundamental yang ingin mengantikanya dengan islam sebagai ideologi dan beberapa kekerasan yang mengatasnamakan Agama kita justru kehilangan sosok beliau. Sosok beliau adalah sosok yang memandang bahwa islam merupakan sebuah jalan hidup untuk diamalkan bukan untuk diperjuangkan sebagai ideologi.

KH Abdullah Abbas adalah mursyid Thariqoh Syathoriyah yang sangat tawadhu, sangat rendah hati beliau itu merupakan modal dasar bagi beliau untuk menunjukan bahwa islam merupakan sebuah jalan bagi umat manusia untuk samapai kepada Tuhanya, maka tidak heran jika ada yang menyebut bahwa beliau adalah tokoh penyagga NU.

KH Abdullah Abbas kini telah tiada, beliau kini tidak lagi bersama kita, tapi semangat beliau akan tetap ada bersama kita yaitu semangat menjaga persatuan dan keberagaman dalam bingkai Islam Indonesia yang sangat menghormati keberagaman. Mari kita jaga warisan serta amalan yang terbesar ini.


*Penulis adalah pegiat di Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI) dan aktivis Jaringan Islam Kampus (JARIK)

Tidak ada komentar: