Minggu, 17 Juni 2007

Pancasila

Merawat Pancasila dari Tangan jahil

Oleh : M Zaim Nugroho*

Belum lama ini kita telah melewati hari kelahiran Pancasila, Kelahiran yang dibidani Sukarno ini menjadi tonggak ideologi bangsa Indonesia dalam menemu-ciptakan sebuah tatanan bangsa yang adil, sejatra serta berketuhanan. Sebuah Ideologi yang tidak ada duanya di dunia ini, dimana konsep ketuhanan menjadi spirit dalam dasar negara tetapi mensicayakan pemisahan antara wilayah agama dan negara.

Pancasila, kata Alamsyah Ratu Perwira Negara merupakan hadiah terbesar ummat Islam kepada bangsa Indonesia, tampa hadiah itu, Indonesia tidak seperti yang kita kenal sekarang. Ia mungkin menjadi negara Teokrasi yang bedasarkan salah satu agama tertentu saja. Kita juga patut besyukur atas “hadiah” itu dimana para kalangan Islam waktu itu bukan saja menerima tawaran Sukarno tetapi juga mengubah urutan Pancasila dan, terutama, menambahkan “Yang Maha Esa” dalam sila Ketuhanan serta menarik frase kunci “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”

Seiring waktu berjalan dan pergantian Rezim antara Orde Lama kepada Orde Baru memulai babak baru dalam Ideologi Pancasila. Orde baru memonopoli penafsiran Pancasila melalui indoktrinasi kepada seluruh warga negara dengan segala profesi dan usia serta pendidikan dengan penataran P4. pada massa ini Pancasila diubah menjadi pisau bermata seribu yang dihunus penguasa untuk menikam siapa saja yang divonis melanggarnya, termasuk didalamnya adalah gerakan Islam Radikal seperti tragedi Tanjung Priyuk dan sebagainya.

Pancasila pada era reformasi diuji kembali kesaktianya setelah sekian lama dijadikan alat penguasa untuk melawan para pengkritiknya, dan, ketika pintu keterbukaan mulai di buka dan kebebasan yang dulu tersumbat kini mulai terkikis bersama derasnya desakan Reformasi yang membawa angin segar, angin segar yang memungkinkan siapa saja atau golongan apa saja untuk berekspresi maupun berserikat dan berpendapat yang didalamnya juga muncul gerakan yang dulu direpresi oleh pemerintah Orde Baru contoh saja gerakan Islam Radikal seperti MMI (majelis Mujahidin Islam) atau gerakan yang di impor dari Luar Negri semisal HTI (hizbut Tahrir Indonesia) yang jelas jelas ingin merubah Pancasila dan digantikan dengan Islam sebagai Idelogi Bangsa

Pancasila kini mulai di usik oleh tangan tangan jahil karena berbagai macam alasan, para penentangnya kini mengajukan konsep tandingan dan melancarkan tindakan tindakan anarkis yang akan merobek perekat bangsa. Perda Syariah yang mengandung bias Agama seakan tak bisa kita biarkan begitu saja, ditambah lagi beberapa tahun yang lalu dimana marak sekali penyerangan terhadap kelompok agama minoritas seakan menambah daftar panjang kekerasan terhadap agama yang sebenarnya dijamin oleh Pancasia dan Undang Undang dasar negara

Perawatan pancasila pada era reformasi ini membutuhkan ekstra tenaga yang kuat dikarenakan demokrasi yang mengharuskan kita untuk lebih terbuka dan toleran, ditambah lagi gerakan gerakan yang dengan sengaja dan terbuka ingin mengganti Ideologi bangsa dengan yang lain. Perawatan pancasila itu penting karena hanya dengan ideologi pancasilalah yang bisa menjadi perekat bangsa. Kebinekaan kita dalam lanskap kesatuan dan persatuan bangsa merupakan modal dasar dalam mewujudkan kesejatraan yang berketuhanan dimasa depan dengan mengedepankan prinsip prisip toleransi dan kebebasan yang bertanggung jawab. Disamping itu juga Pancasila adalah idelogi terbuka, dimana Pemerintah hanya salah satu, bukan satu satunya penafsir. Dengan bebas tafsir itu semua peserta memperkaya Pancasila dan membuka kemungkinan kemuingkinan baru yang bergerak sama dinamismenya dengan perkembangan masayarakat sendiri.

Peranan Pancasila kembali di pertanyakan oleh beberapa kalangan semisal dalam tulisan Azumardi Azra bebrarapa tahun lalu di berbagai media, baginya, Pancasila mesti dipikir ulang dan sudah selayaknya di revitalisasi seirng alam demokrasi yang kian terbuka, meskipun pada dasarnya Azra tidak menginkan pergantaian Ideologi pancasila dengan yang lain.

Merawat Pancasila juga bukan pekerjaan yang mudah, sebab Pancasila adalah ideologi terbuka yang bisa ditafsirkan oleh siapa saja, berbeda denga era sebelumnya dimana Orde baru memonopoli Tafsir atas Pancasila. Di era ini Pancasila menjadi pasar tafsir dimana Agama diharapkan sekali sumbanganya, sebagaimana yang terjadi pada saat kelahiran Pancasila sebagai dasar Negara. Mereka semua bisa menyumbangkan ajaran Agama masing masing sebagai nilai, bukan sebagai hukum.

Penulis adalah Mahasiswa UIN JKT, pegiat di Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI) dan Aktivis Jaringan Islam Kampus (JARIK)

Tidak ada komentar: